MUSLIMAH
JATUH CINTA KEPADA SEORANG LELAKI
seorang
muslimah yang jatuh cinta kepada seorang lelaki bisa memulai mengusahakan
menikah dengan lelaki tersebut dengan cara menawarkan dirinya untuk dinikahi.
Cara ini lebih tegas, Syar’i, solutif, dan terhormat. Menawarkan diri kepada
lelaki untuk dinikahi bukan perbuatan hina dan tercela. Justru wanita yang
menawarkan dirinya kepada seorang lelaki adalah wanita yang mengerti solusi
Syar’i terhadap problemnya, tegas dalam mengambil keputusan, terhormat karena
tahu cara menjaga kehormatannya dengan ikatan pernikahan yang suci, dan mulia
karena mengetahui kepada siapa dia harus mempersembahkan bakti. Khadijah
adalah contoh wanita mulia yang tahu persis kepada siapa beliau mempersembahkan
bakti, dan siapa yang pantas jadi imamnya dalam rumah tangga. Dengan ketegasan
sikap beliau, maka Khadijah mendapatkan lelaki yang terbaik di alam ini. Justru
sikap yang menjauhi ketakwaan jika seorang wanita mencintai seorang lelaki,
lalu perasaan tersebut dipendamnya seraya mengotori hatinya dengan
angan-angan tercela. Sesungguhnya angan-angan hati ada yang terkategori dosa
sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis,yang artinya;
“Dari
Ibnu Abbas dia berkata; ‘Saya tidak mengetahui sesuatu yang paling dekat
dengan makna Lamam (dosa dosa kecil) selain dari apa yang telah dikatakan oleh
Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam: “Sesungguhnya Allah `Azza
Wa Jalla telah menetapkan pada setiap anak cucu Adam bagiannya dari perbuatan
zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Maka zinanya mata adalah
melihat, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan zinanya hati adalah
berangan-anga dan berhasrat, namun kemaluanlah yang (menjadi penentu
untuk) membenarkan hal itu atau mendustakannya.” (H.R.Muslim).”
Wanita
yang menawarkan diri lebih tegas dan jelas sikapnya. Jika hal tersebut bisa
berlanjut ke pernikahan, maka hal itu kebahagiaan baginya, namun jika tidak
mungkin berlanjut, sikapnya juga sudah jelas dan tinggal menyelesaikan problem
sisanya. Wanita yang memendam rasa sambil berfantasi justru berpeluang
untuk lebih menderita dan dekat dengan pelanggaran Syara’, kecuali
wanita-wanita yang dirahmati Allah.
Terkait
teknis melakukannya, maka wanita bebas memilihnya diantara berbagai cara yang
dianggap paling mudah. Bisa melalui perantara atau langsung dirinya sendiri.
Bisa secara lisan, bisa juga melalui tulisan. Bisa sekedar memulai untuk
menawarkan atau langsung memulai dengan lafadz pinangan.
Hanya
saja, solusi menikah ini tidak bermakna bolehnya memaksa lelaki untuk
menikahinya. Hal itu dikarenakan memilih istri adalah hak lelaki yang
merupakan pilihan baginya. Sebagaimana wanita berhak memilih calon suami, maka
lelaki juga berhak memilih calon istri manapun yang dikehendakinya. Tidak ada
dalil yang menunjukkan bahwa lelaki wajib menikahi wanita yang mencintainya.
Kisah cinta Al Mughits kepada Bariroh menunjukkan hal tersebut. Betapapun
Al-Mughits sangat mencintai Bariroh, dan Nabi juga merekomendasikan Bariroh
untuk menikah dengan Al-Mughits, namun Nabi tidak memaksa Bariroh untuk menikah
dengan Al-Mughits. Namun, jika cinta itu memang sangat kuat (cinta setengah
mati), memang dianjurkan pihak yang dicintai menikahinya sebagai bentuk
rohmah, meskipun dia sendiri belum mencintainya.
Jika
pihak yang dicintai belum berkenan menikahi dan tertutup semua
jalan/kemungkinan untuk menikahi, maka tidak ada jalan bagi muslimah tersebut
selain Shobr (tabah hati). Hal itu dikarenakan Syara’ memerintahkan Shobr
pada semua bentuk musibah yang menyedihkan hati secara mutlak dan berjanji
memberikan ganjaran yang besar atasnya. Shobr ini terus dilakukan sambil berdoa
sampai Allah memberikan ganti lelaki yang lebih baik, atau Allah menghilangkan
perasaan tersebut, atau Allah mewafatkannya.
Dengan
cara penyikapan seperti ini, maka seorang muslimah akan senantiasa dalam
keadaan beramal. Mendapat nikmat suami bisa beramal Syukur, dan jika gagal bisa
beramal Shobr. Semuanya adalah kebaikan baginya.
Hanya
saja, jika lelaki yang dicintai tersebut haram dinikahi, seperti Mahram, atau
musyrik, atau yahudi, atau nasrani, maka Muslimah tersebut tidak boleh
menurutinya dan harus menghilangkannya karena menikah dengan mereka hukumnya
haram dan tidak sah.
WASSALAM
ZULKARNAIN