CINTA Menurut Pandangan
Islam
|
CINTA :
·
Berhulu
iman,
·
Bermuara
taqwa
·
Ketulusan
·
Kejujuran
·
Kesetiaan
|
CINTA SEJATI:
§ Sakinah
§ Mawaddah
§ Rahmah
|
|
|
|
Cinta
adalah fitrah manusia yang tak terpisahkan dari kehidupannya. Ia selalu
dibutuhkan. Mencintai dan dicintai boleh-boleh saja, tidak ada larangan dalam
Islam. Segala yang ada di alam semesta ini merupakan cerminan cinta Allah SWT.
Hanya, yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana cara kita membina cinta
tersebut. Apakah mendatangkan kebaikan kepada diri kita, atau keburukan yang
melemparkan kita ke kubangan lumpur. Sebenarnya cinta itu indah, penuh berkah,
dan rahmah. Akan tetapi, cinta semu kerap sekali melemparkan kita dari cinta
yang sebenarnya.
Cinta itu
datang secara tiba-tiba karena adanya kesamaan di antara dua insan yang saling
mencintai. Cinta bisa datang karena simpatik, kasihan, di pinggir jalan, baru
kenalan, bahkan karena dijodohkan sekalipun. Karena adanya kesamaan, akhirnya
mereka saling mencintai. Banyak orang yang tadinya biasa-biasa saja, hanya
berteman, atau sebelumnya tidak saling mengenal, kemudian bertemu, karena ada
kesamaan akhirnya mereka saling mencintai. Banyak orang yang tidak ada kesamaan
dengan orang yang dicintainya, hubungan mereka menjadi retak. Di dalam rumah
tangga pun demikian, karena tidak ada kesamaan akhirnya hubungan mereka
menjadi rusak, ujung-ujungnya bercerai.
Oleh
karena itu, janganlah kita tergesa-gesa mengungkapkan cinta. Karena salah dalam
memilih, kita yang akan menyesal! Kenali terlebih dahulu, baik atau buruk. Nah,
kalau kita sudah menemu kan orang yang kita cintai dan ada kesamaan, yang perlu
kita perhatikan adalah bagaimana cara kita membina cinta tersebut. Bagaimana
cara kita menjaga kesucian cinta tersebut.
APA SIH
CINTA ITU …..?
·
Cinta secara umum
berarti :
Gelora jiwa, gejolak hati yang mendorong seseorang untuk
mencintai kekasihnya dengan penuh gairah, lembut dan kasih sayang.
·
Cinta secara khusus
yaitu :
Ketulusan, kejujuran dan kesetiaan. Cinta sejati adalah kesucian
yang terjaga. Cinta semestinya berhulu iman dan bermuara taqwa.
BERHULU IMAN,
BERMUARA TAQWA :
Duhai
saudaraku, apabila kita mencintai seseorang, langkah awal dalam membina cinta
kita yaitu perbaiki niat. Tancapkan dalam hati bahwa cinta kita karena Allah Ta’ala;
bukan karena jabatannya, tahta atau hartanya, bukan karena kecantikan atau
ketampanannya, akan tetapi Lillahi Ta’ala
karena Allah. Dan juga cinta kita bukan atas dasar nafsu belaka. Cinta nafsu
adalah cinta dusta. Banyak orang bilang; berpegang tangan, berpelukan, ciuman,
bermain melodi cinta adalah tanda cinta. Itu semua dusta! bualan belaka. Hanya
orang yang penuh nafsu syetanlah yang mengatakan demikian. Tanda cinta bukanlah
yang demikian. Akan tetapi, tanda cinta yaitu seberapa besar dia menjaga
kesucian cintanya. Inilah tanda cinta yang hakiki.
“Bukan
karena dorongan nafsu kubangkitkan cinta, akan tetapi kulihat cinta itu
adalah akhlak mulia”
Banyak
dari kita yang telah terjebak oleh permainan cinta. Ingat! Cinta nafsu
tidak akan mendatangkan kebahagiaan, kecuali kesengsaraan dan kehinaan yang
berkepanjangan. Kita boleh mempertahankan cinta kita kalau bukan karena nafsu,
akan tetapi karena Allah Ta’ala.
“ dan
aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang. “
Kalau
cinta kita sudah karena Allah ta’ala, maka akan lahirlah: ketulusan, kejujuran,
dan kesetiaan :
Ketulusan : Kalau cinta kita
karena Allah Ta’ala, maka akan lahir cinta yang yang tulus. Cinta yang berasal
dari dalam lubuk sanubari. Menerima orang yang kita cintai apa adanya. Mau dia
kaya atau miskin, cantik atau biasa-biasa aja. Mau dia orang kampung atau orang
kota sekalipun, dia akan menerima apa adanya. Karena cintanya sudah dilandaskan
pada iman dan taqwa. Berbeda dengan cinta yang dilandaskan pada nafsu semata.
Cintanya tidak akan tulus. Dia akan pilih-pilih; mungkin karena harta,
kecantikan, dll.
Kejujuran : yang kedua akan
lahir sifat kejujuran. Tidak saling tertutup, tidak saling menyembunyikan. Akan
tetapi saling terbuka. Mereka akan menceritakan kelebihan atau kekurangannya
apa adanya, tanpa ada yang dilebih-lebihkan ataupun dikurang-kurangkan. Ketika
sedang ada masalah, orang yang di cintainyalah yang menjadi tempat curhat.
Saling percaya dan saling terbuka. Begitu juga dengan kejujuran, kalau cintanya
dilandaskan pada nafsu semata, tidak ada kejujuran. Yang ada hanyalah
kemunafikan, kebohongan, bualan belaka. Cinta nafsu bersalut segunung kepalsuan
dan kepuraan.
Kesetiaan : Setelah
tulus menerima apa adanya, kemudian saling percaya, dan saling terbuka, yang
terakhir yaitu saling setia. Setia dalam hal apa? Setia tuk saling menjaga
kesuciaan cintanya. Setelah itu tawakal kepada Allah, kalau ada jodoh maka akan
melalui proses yang berikutnya. Kalau tiada jodoh, ya ikhlaskan, mungkin dia
bukan yang terbaik buat kita. Karena manusia hanya bisa berusaha dan berserah,
toh Allah jualah yang menentukan semuanya.
Setelah melalui proses penjajakan yang begitu panjang; dari cinta karena
Allah ta’ala, kemudiaan lahir cinta yang tulus, sifat saling percaya dan saling
terbuka, lalu saling setia, kemudian setelah itu lahirlah yang namanya cinta
sejati. Lalu
kapan cinta sejati ini terwujudkan? Cinta ini akan terwujudkan nanti ketika dua
insan yang saling mencintai sudah siap tuk berlayar ke muara cinta yang
diridhai oleh Allah SWT, yaitu pernikahan. Dan dari cinta sejati
inilah akan lahir: SAKINAH, MAWADDAH, WA RAHMAH.
Menurut hadits Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu
mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai’an katsura
dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba
syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri
dari cinta sejati ada tiga :
·
Lebih suka berbicara
dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain.
·
Lebih suka berkumpul
dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain.
·
Lebih suka mengikuti
kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri.
Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada
Allah SWT, maka ia lebih suka berbicara dengan
Allah Swt, dengan membaca firman Nya, lebih
suka bercengkerama dengan Allah SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka
mengikuti perintah Allah SWT daripada perintah yang lain.Dalam Qur’an cinta
memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:
1.
Cinta Mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “ngegemesin”.
Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah
dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan
hampir tak bisa berfikir lain.
2.
Cinta Rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap
berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini
lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri.
Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus
menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan
kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang
bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya.
Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham
, yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang
berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang
anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang
disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah
dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, silaturrahmi artinya menyambung tali
kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus
biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
3.
Cinta mail,
adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot
seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta
jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana
ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung
mengabaikan kepada yang lama.
4.
Cinta syaghaf.
Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang
terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila,
lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an
menggunakan istilah syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha,
istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
5.
Cinta ra’fah,
yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya
kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk shalat,
membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut istilah ini ketika mengingatkan
agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah,
dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).
6.
Cinta
shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang
tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut istilah ini ketika mengkisahkan
bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaikha yang setiap hari
menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan
Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna
ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33).
7.
Cinta syauq
(rindu). Istilah ini bukan dari Al- Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan Al-
Qur’an. Dalam surat Al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barang siapa rindu
berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian
diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an
nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan
nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan
Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al
Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar
al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang
pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi.
8.
Cinta kulfah.
yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang
positif meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu,
membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut dalam Al-Qur’an
ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan
kemampuannya, layukallifullah nafsan illa wus`aha.
Sebenarnya
mencintai itu sah-sah saja, tidak ada larangan dalam Agama. Asalkan kita mampu
membina cinta tersebut menjadi cinta yang diridhai oleh Allah SWT. bukan cinta
yang dimurkai oleh Allah SWT. Satu hal lagi, dalam Agama ISLAM cinta tak harus
di awali dengan sebuah istilah pacaran, lebih indah dengan budaya Ta’aruf
(pengenalan), diiringi sebuah komitmen karena ALLAH SWT, bila berjodoh kemudian
menikah. Inilah cinta yang hakiki.
Semoga
Allah selalu memberikan perlindungan kepada kita semua, sehingga kita terjaga
dari cinta yang dimurkai Allah SWT. dan semoga kita mampu membina cinta kita
menjadi cinta yang suci. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiiinnn………..
Banda Aceh,1 mei 2015
ZULKARNAIN