THANK YOU HAVE TO VISIT BLOG ZULKARNAIN/"STUDENTS AMIKI BANDA ACEH"/SEMOGA BERMANFAAT TUNTUTLAH ILMU DARI AYUNAN SAMPAI KE LIANG LAHAT
ild

Saturday, December 19, 2015

Hukum Bagi Umat Islam Merayakan Tahun Baru Masehi

No comments :

Ada sekian banyak pendapat yang berbeda tentang hukum merayakan tahun baru Masehi. Sebagian mengharamkan dan sebagian lainnya membolehkannya dengan syarat, diantaranya adalah :
1.     Pendapat yang Mengharamkan
Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.
a)    Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Ibadah Orang Kafir
Perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya.
Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal yang dipercaya secara salah oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir nabi Isa.
Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.
b)    Perayaan Malam Tahun Baru Menyerupai Orang Kafir
Barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”
c)     Perayaan Malam Tahun Baru Penuh Maksiat
Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam untuk berisitrahat, bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran untuk shalat malam.
Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.
d)    Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Bid’ah
Syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah syariat yang lengkap dan sudah tuntas. Tidak ada lagi yang tertinggal.
Sedangkan fenomena sebagian umat Islam yang mengadakan perayaan malam tahun baru masehi di masjid-masijd dengan melakukan shalat malam berjamaah, tanpa alasan lain kecuali karena datangnya malam tahun baru, adalah sebuah perbuatan bid’ah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW, para shahabat dan salafus shalih.
Maka hukumnya bid’ah bila khusus untuk even malam tahun baru digelar ibadah ritual tertentu, seperti qiyamullail, doa bersama, istighatsah, renungan malam, tafakkur alam, atau ibadah mahdhah lainnya. Karena tidak ada landasan syar’inya.

2.     Pendapat yang Menghalalkan

Argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual orang kafir, maka tidak ada larangannya.

Mereka mengambil perbandingan dengan liburnya umat Islam di hari natal. Kenyataannya setiap ada tanggal merah di kalender karena natal, tahun baru, kenaikan Isa, paskah dan sejenisnya, umat Islam pun ikut-ikutan libur kerja dan sekolah. Bahkan bank-bank syariah, sekolah Islam, pesantren, departemen Agama RI dan institusi-institusi keIslaman lainnya juga ikut libur. Apakah liburnya umat Islam karena hari-hari besar kristen itu termasuk ikut merayakan hari besar mereka?. Kita akan menjawab bahwa hal itu tergantung niatnya. Kalau kita niatkan untuk merayakan, maka hukumnya haram. Tapi kalau tidak diniatkan merayakan, maka hukumnya boleh-boleh saja.

Demikian juga dengan ikutan perayaan malam tahun baru, kalau diniatkan ibadah dan ikut-ikutan tradisi bangsa kafir, maka hukumnya haram. Tapi bila tanpa niat yang demikian, tidak mengapa hukumnya.

Bila kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun bila yang dilakukan bukan maksiat, tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya.

Misalnya, umat Islam memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.

Hanya itu yang dapat penulis ringkaskan tentang perbedaan pandangan dari beragam kalangan tentang hukum umat Islam merayakan malam tahun baru.

Hari Raya Umat Islam Hanya ada Dua

Dalam agama Islam, yang namanya hari raya hanya ada dua saja, yaitu hari ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Selebihnya, tidak ada pensyariatannya, sehingga sebagai muslim, tidak ada kepentingan apapun untuk merayakan datangnya tahun baru.

Apakah bila ikut merayakannya akan berdosa?, tentu jawabannya akan menjadi beragam. Yang jelas haramnya adalah bila mengikuti perayaan agama tertentu. Hukumnya telah disepakati haram. Artinya, seorang muslim diharamkan mengikuti ritual agama selain Islam, termasuk ikut merayakan hari tersebut.

Maka semua bentuk Natal bersama, atau apapun ritual agama lainnya, haram dilakukan oleh umat Islam. Dan larangannya bersifat mutlak, bukan sekedar mengada-ada.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 7 Maret tahun 1981/ 1 Jumadil Awwal 1401 H telah mengeluarkan fatwa haramnya natal bersama yang ditanda-tangani oleh ketuanya KH M. Syukri Ghazali. Salah satu kutipannya adalah :

  • Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  • Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
  • Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan-kegiatan Natal.
Bagaimana dengan perayaan yang tidak terkait unsur agama, melainkan hanya terkait dengan kebiasaan suatu masyarakat atau suatu bangsa?
Sebagian kalangan masih bersikeras untuk mengaitkan perayaan datangnya tahun baru dengan kegiatan bangsa-bangsa non-muslim. Dan meski tidak langsung terkait dengan masalah ritual agama, tetap dianggap haram. Pasalnya, perbuatan itu merupakan tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, meski tidak terkait dengan ritual keagamaan. Mereka mengajukan dalil bahwa Rasulullah SAW melarang tasyabbuh bil kuffar.
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk di antara mereka. (HR Abu Daud)
Dari Abdullah bin Amr berkata bahwa orang yang mendirikan Nairuz dan Mahrajah di atas tanah orang-orang musyrik serta menyerupai mereka hingga wafat, maka di hari kiamat akan dibangkitkan bersama dengan mereka.
Tasyabbuh di sini bersifat mutlak, baik terkait hal-hal yang bersifat ritual agama ataupun yang tidak terkait.
Sebagian kalangan secara tegas memberikan batasan, yaitu hanya hal-hal yang memang terkait dengan agama saja yang diharamkan buat kita untuk menyerupai. Sedangkan pada hal-hal lain yang tidak terkait dengan ritual agama, maka tidak ada larangan. Misalnya dalam perayaan tahun baru, menurut mereka umumnya orang tidak mengaitkan perayaan tahun baru dengan ritual agama. Di berbagai belahan dunia, orang-orang melakukannya bahkan diiringi dengan pesta dan lainnya.Tetapi bukan di dalam rumah ibadah, juga bukan perayaan agama.
Dengan demikian, pada dasarnya tidak salah bila bangsa itu merayakannya, meski mereka memeluk agama Islam.
Namun lepas dari dua kutub perbedaan pendapat ini, paling tidak buat kita umat Islam yang bukan orang Barat, perlu rasanya kita mengevaluasi dan berkaca diri terhadap perayaan malam tahun baru.
Pertama, biar bagaimana pun perayaan malam tahun baru tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW. Kalau pun dikerjakan tidak ada pahalanya, bahkan sebagian ulama mengatakannya sebagai bid’ah dan peniruan terhadap orang kafir.
Kedua, tidak ada keuntungan apapun secara moril maupun materil untuk melakukan perayaan itu. Umumnya hanya sekedar latah dan ikut-ikutan, terutama buat kita bangsa timur yang sedang mengalami degradasi pengaruh pola hidup western. Bahkan seringkali malah sekedar pesta yang membuang-buangkan harta secara percuma.
Ketiga, bila perayaan ini selalu dikerjakan akan menjadi sebuah tradisi tersendiri, dikhawatirkan pada suatu saat akan dianggap sebagai sebuah kewajiban, bahkan menjadi ritual agama. Padahal perayaan itu hanyalah budaya impor yang bukan asli budaya bangsa kita.
Keempat, karena semua pertimbangan di atas, sebaiknya sebagai muslim kita tidak perlu mentradisikan acara apapun, meski tahajud atau mabit atau sejenisnya secara massal. Kalaulah ingin mengadakan malam pembinaan atau apapun, sebaiknya hindari untuk dilakukan pada malam tahun baru, agar tidak terkesan sebagai bagian dari perayaan. Meski belum tentu menjadi haram hukumnya.

Jalan Tengah Perbedaan Pendapat

Para ulama dengan berbagai latar belakang kehidupan, tentunya punya niat baik, yaitu sebisa mungkin berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa, agar umat tidak terperosok ke jurang kemungkaran.

Salah satu bentuk polemik tentang masalah perayaan itu adalah ditetapkannya hari libur atau tanggal merah di hari-hari raya agama lain. Yang jadi perdebatan, apakah bila kita meliburkan kegiatan sekolah atau kantor pada tanggal 25 Desember itu, kita sudah dianggap ikut merayakannya?

Sebagian berpendapat bahwa kalau cuma libur tidak bisa dikatakan sebagai ikut merayakan,  pemerintah memang meliburkan, ya kita ikut libur saja. Tapi niat di dalam hati sama sekali tidak untuk merayakannya.

Namun yang lain menolak, kalau pada tanggal 25 Desember itu umat Islam pakai acara ikut-ikutan libur, suka tidak suka, sama saja mereka termasuk ikut merayakan hari raya agama lain. Maka sebagian madrasah dan pesantren memutuskan bahwa pada tanggal itu tidak libur. Pelajaran tetap berlangsung seperti biasa.

Ketika pada tanggal 1 Januari ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hari libur nasional, muncul juga perbedaan pendapat. Bolehkah umat Islam ikut libur di tahun baru? Apakah kalau ikut libur berarti termasuk ikut merayakan hari besar agama lain?

Muncul alternatif, dari pada libur diisi dengan acara hura-hura, mengapa tidak diisi saja dengan kegiatan keagamaan yang bermanfaat, seperti melakukan pengajian, dzikir atau bahkan qiyamullail. Anggap saja memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

Ada kalangan yang menolak mentah-mentah kebolehannya. Mereka mengatakan bahwa pengajian, dzikir atau qiyamullail di malam tahun baru adalah bid’ah yang diada-adakan, tidak ada contoh dari sunnah Rasulullah SAW.

Lebih parah lagi, ada yang bahkan lebih ektrem sampai mengatakan kalau malam tahun baru kita mengadakan pengajian, dzikir, atau qiyamullail, bukan sekedar bid’ah tetapi sudah sesat dan masuk neraka.

Jadi semua itu nanti akan kembali kepada paradigma kita dalam memandang, apakah kita akan menjadi orang yang sangat mutasyaddid, mutadhayyiq, ketat dan terlalu waspada? Ataukah kita akan menjadi mutasahil, muwassi’, longgar dan tidak terlalu meributkan?


Yang mutasyaddid diwakili oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dan beberapa sahabat lain, sedang yang muwassa’ diwakili oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan lainnya.

Friday, December 18, 2015

HUKUM SETELAH BERJIMA' LANGSUNG TIDUR DALAM ISLAM

No comments :
       
  
       Islam adalah agama yang memberikan tuntunan yang jelas dalam berbagai fase kehidupan, salah satunya adalah pada bagian melakukan hubungan intim/jima’ suami isteri.
Ada yang berhubungan intim di malam hari dengan pasangannya sehingga ia pun junub, lalu tidur malam tanpa mandi wajib terlebih dahulu. Apakah seperti ini dibolehkan? Bolehkah seseorang tidur dalam keadaan junub tanpa mandi atau wudhu terlebih dahulu? Berikut Uraian Singkatnya :
Dalam satu hadits disebutkan,yang artinya ;
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa ‘Umar bin Al Khottob pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah salah seorang di antara kami boleh tidur sedangan ia dalam keadaan junub?” Beliau menjawab, “Iya, jika salah seorang di antara kalian junub, hendaklah ia berwudhu lalu tidur.” (HR. Bukhari no. 287 dan Muslim no. 306).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata ;
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهْوَ جُنُبٌ ، غَسَلَ فَرْجَهُ ، وَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَة
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa jika dalam keadaan junub dan hendak tidur, beliau mencuci kemaluannya lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (HR. Bukhari no. 288).
‘Aisyah pernah ditanya oleh ‘Abdullah bin Abu Qois mengenai keadaan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ;
كَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ فِى الْجَنَابَةِ أَكَانَ يَغْتَسِلُ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ أَمْ يَنَامُ قَبْلَ أَنْ يَغْتَسِلَ قَالَتْ كُلُّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ رُبَّمَا اغْتَسَلَ فَنَامَ وَرُبَّمَا تَوَضَّأَ فَنَامَ. قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى جَعَلَ فِى الأَمْرِ سَعَةً.
“Bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dalam keadaan junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?” ‘Aisyah menjawab, “Semua itu pernah dilakukan oleh beliau. Kadang beliau mandi, lalu tidur. Kadang pula beliau wudhu, barulah tidur.” ‘Abdullah bin Abu Qois berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan segala urusan begitu lapang.” (HR. Muslim no. 307).

Kesimpulan keadaan orang yang junub sebelum tidur :
  • Junub lalu mandi sebelum tidur, ini lebih sempurna.
  • Junub dan wudhu terlebih dahulu sebelum tidur, ini yang disunnahkan untuk memperingan junub.
  •  Junub dan tanpa wudhu, lalu tidur. Seperti ini masih dibolehkan.

Semoga bisa menjadi ilmu serta memberikan manfaat buat kita bersama..

Amiiin.....

Thursday, December 17, 2015

WASPADALAH BAHAYA AKIBAT PACARAN

No comments :

Berpacaran pada masa kini sudah mulai membudaya diantara kaum muslimin bahkan hal ini menjadi suatu trend diantara kawula muda sehingga mereka terjerumus  ke dalam free sex dan itulah tujuan utama dari musuh musuh islam yang sengaja mengkonspirasi media dari mulai acara televisi, sinetron, internet dan lain-lain. Akibatnya kita saksikan banyak terjadi perzinahan diantara para kawula muda-mudi kaum muslimin, banyak terjadi kehamilan diluar nikah, banyak terjadi praktek aborsi,  semua ini akibat dari kita tidak mengindahkan hukum-hukum islam yang memang Allah SWT turunkan syariat islam ini sebagai tata cara menjalan kan kehidupan dalam keadaan bahagia aman sentosa dan sejahtera, dan tak kala hal itu terjadi maka sulit kita dapatkan kehidupan bahagia yang aman sentosa serta sejahtera Sebagaimana penegasan Rasulullah SAW dalam haditsnya ;

(مَنْ حَامَ حَوْلَ الحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيهِ (رواه البخاري

“ Barang siapa mendekati sesuatu yang terlarang maka dikhawatirkan dia akan terjerumus kedalamnya”. (H.R Al Bukhori)

مَا اخْتَلَىَ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَكَانَ ثَالِثُهُمَا الشَّيْطَان

“Tidak berduaan antara seorang laki-laki dan perempuan kecuali orang ketiganya adalah syaitan”. (H.R Al Bukhori)

 (لأَنْ يُطْعَنَ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَمَسَّ اِمْرَأةً لا تَحِلُّ لَهُ   (رواه الطبراني

“ Sekiranya kepala kalian ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” (H.R Al Tobroni)

Setiap perbuatan baik ataupun yang buruk akan berakibat suatu efek kebaikan atau keburukan pula.Hal itu akan dirasakan oleh pelakunya selama didunia, belum lagi azab yang akan diperolehnya diakhirat nanti. Sedangkan akibat dari berpacaran diantaranya :

1.     Dia akan merasakan lezatnya beribadah

Sebagaimana telah ditegaskan Nabi Muhammad dalam haditsnya bahwa pandangan mata itu ibarat anak panah yang beracun yang dilepaskan oleh iblis. Barangsiapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah SWT maka Allah SWT akan menggantinya dengan kenikmatan berupa merasakan kelezatan iman dalam hatinya.

2.     Tidak akan mendapat Ridho Allah SWT yang selalu mengawasinya

3.     Dikhawatirkan terjerumus kedalam perbuatan nista dan keji berupa ZINA

4.     Terpredikat sebagai seorang yang fasik

5.     Akan dipersempit rezekinya

6.     Selalu tertimpa masalah

7.     Akan mendapatkan keapesan dalam hidupnya

8.     Hilang kewibawaannya hingga tak terhormat dari manusia disekitarnya

9.     Terbiasa mengentengkan perbuatan dosa

10. Allah SWT akan membalasnya didunia dengan cara dia akan mendapati salah satu istri dan anak atau keturunannya melakukan hal yang sama dan dia tidak mampu melarangnya.

11.   Dia akan selalu mimpi dengan mimpi yang buruk.

12.    Sulit baginya mendapatkan kematian dalam keadaan SYAHID

13.   Akan menyebabkan pelakunya meninggal dalam keadaan Suul Khotimah

Oleh sebab itu wahai Saudara-saudari,,,pacaran lah sewajarnya menurut Islam,,janganlah pacaran dengan khalwat.

DOSA apabila pacaran dengan khalwat dan pegangan tangan. Apalagi lebih dari itu. Bahkan wanita berjilbab lebih tinggi fitnahnya secara sosial dan dapat merusak citra wanita berjilbab lain yang shalehah.

 
back to top